As Laksana adalah salah seorang penulis favorit saya yang aktif membagikan tulisannya di media sosial. Beberapa diantaranya adalah tentang belajar melukis dengan kata. Beliau membuka kelas pelatihan berbayar. Namun saya belum cukup pede mengikuti kelasnya, mengingat kemampuan menulis saya yang masih pas-pasan. Bermodal niat belajar mandiri, saya mencoba mempraktekkan tips dan kiat-kiat menulis yang beliau bagikan di blog pribadinya.
Melukis dengan kata adalah cara menulis yang membuat pembaca merasakan cerita dengan seluruh panca inderanya. Melukis dengan kata membuat cerita tergambar dengan kuat di benak pembaca. Belajar Mendeskripsikan sesuatu dengan jelas menggunakan panca indera. Saya ingin bisa melukis dengan kata. Teman teman bisa berkunjung ke blog As Laksana bila ingin belajar lebih lanjut. Membaca tulisan as laksana tentang melukis dengan kata membuat saya ingin belajar menulis cerita. Menurutnya, kita dapat berlatih dengan menceritakan sebuah tempat. Bagaimana tempat itu terlihat? Bagaimana aromanya? Suara apa yang terdengar? Apa yang dirasakan tubuh kita saat berada di tempat tersebut? Sehingga tempat tersebut tergambar dengan baik di benak pembaca.
***
Dira menggantung tas biru di belakang pintu kamar. Ujung tas itu berlubang saking seringnya dipakai. Kadang lubang itu mengeluarkan benda-benda kecil yang tersimpan di dalamnya. Dira ingin punya tas baru. Tas itu sudah dipakainya sejak smp. Namun dira maklum dengan keadaan orangtuanya. Bapak ibunya adalah buruh tani. Bukan petani yang memiliki sawah. Buruh tani bekerja pada pemilik sawah. Mereka dibayar harian saat ada pekerjaan yang perlu dilakukan. Masa tanam dan masa panen adalah masanya buruh tani rutin bekerja. Di luar masa itu bapak dira bekerja serabutan.
Dira cukup beruntung mampu menyelesaikan sma nya. Dengan bantuan saudara jauh yang membayari spp setiap bulannya. Meskipun demikian bapak ibunya masih pontang panting mencari uang untuk ongkos harian dan biaya operasional sekolah. Jangan kira setelah membayar spp maka sudah dapat bersekolah dengan aman. Ongkos sehari-hari cukup memberatkan bagi keluarga ini.
Maka itu setiap sore dira bekerja pada tetangga penjual combro. Dira membantu memarut singkong sebagai bahan pembuat combro. Tak tentu jumlahnya kadang 5 kg kadang sampai 10kg. Tergantung pesanan combro yang datang. Upahnya adalah ongkos sekolahnya.
Seragam baru jarang sekali dimilikinya. Dira sudah terbiasa menerima lungsuran baju seragam bekas kakak atau tetangganya. Hal itu lumrah baginya. Baju-baju bekas diterima nya dengan senang selama baju baju itu masih layak pakai. ada pula saat saat sedih tak bisa memiliki baju seragam baru. Seperti saat dira harus memakai lungsuran seragam batik kakaknya. Entah mengapa baju batik mudah sekali terlihat lusuh dan pudar warnanya. Sehingga baju lungsuran itu terlihat begitu kumal. Begitu kumalnya sampai motif batik dibagian kerah leher hampir hilang. Dira enggan memakainya. Tapi ia tahu tak mungkin meminta baju batik baru pada bapak ibunya. Sang ibu melihat keengganan di mata anak tengahnya. Ibu dira mendedel bagian kerah lalu menjahitnya kembali dengan terbalik sehingga bagian yang lusuh berada di balik lipatan kerah. Seragam batik itu menjadi lebih baik walaupun tetap terlihat rapuh.
Betapa senangnya hati Dira saat melanjutkan ke sekolah lanjutan atas yang bukan alumni kakaknya. Karena bapak ibunya pasti akan membelikan seragam batik baru untuknya. Tidak lagi mendapat seragam batik lungsuran yang kumal dan rapuh. Namun masalah seputar baju bekas ini masih harus dira hadapi. Ketika Muncul peraturan baru untuk mengenakan seragam panjang di hari Jumat. Kali ini dira mendapat lungsuran seragam dari tetangganya. ukuran tubuh si tetangga yang 2x lipat ukuran tubuh dira menjadi masalah tersendiri saat mengenakannya. lagi-lagi sang ibu mencoba memperbaiki seragam itu agar dapat dikenakan dengan pas di tubuh dira. Ukuran seragam yang begitu lebar dan tangan yang begitu panjang tak mudah di kecilkan dengan jahitan tangan sederhana. Kesan kedodoran masih terlihat saat dira mengenakannya. Hal itu berusaha ditutupinya dengan melipat bagian tangan dan memasukkan ke dalam rok. Sampai suatu ketika guru melakukan razia kerapihan seragam yang dikenakan para murid. seragam tangan panjang tak boleh lagi dilipat. guru melihat seragam dira dengan tangan yang begitu panjang hingga menutupi jari-jarinya. Sang guru melontarkan kritikan pedas padanya. Baju mu terlalu besar kamu seperti orang-orangan sawah. Mungkin sang guru tidak tahu penyebab dira mengenakan seragam yang kebesaran. Andaikan dira mempunyai pilihan, ia pun ingin memakai seragam seperti yang dipakai teman-temannya.