Ia menatap layar komputer di atas meja kerjanya. setumpuk gambar baru tiba dari kantor pusat. pekerjaannya mendistribusikan gambar tersebut kepada bagian terkait. gambar itu bukan gambar biasa. gambar bagian-bagian benda yang di produksi perusahaan tempatnya bekerja. perubahan sekecil apapun pada gambar yang diterimanya harus di aplikasikan pada aktual bendanya dan itu membutuhkan proses yang panjang. kesibukan di bagian tempat tari bekerja memang tak menentu, saat ada project, bagiannya akan sibuk bukan kepalang. banyak tugas menumpuk terkait perencanaan sebuah project akan berjalan. namun tak jarang kesibukannya hanya mengurus arsip arsip gambar tersebut bila sedang tak ada projek yang dikerjakan. saat senggang begitu ia banyak membaca artikel parenting dari komputernya. dunianya tak lagi di sana. menjadi wanita karier bekerja memiliki pekerjaan dan independen memang sudah menjadi niat nya. meski telah memiliki anak tak pernah terlintas dikepalanya untuk berhenti bekerja dan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga.
Di masa mudanya ia tak pandai bermain dengan anak-anak. ia orang yang kaku dalam menghadapi anak-anak. dia pandai dalam menjabarkan sesuatu secara dalam, namun jiwa kanak-kanak dan kreativitasnya seakan terkubur dalam kekakuannya. dalam benaknya bayangan anak-anak kecil begitu merepotkan. begitu kaku menghadapi anak kecil yang biasanya hanya berlindung di balik mama. dia juga tak pandai berbasa basi dengan anak-anak. imajinasinya begitu dangkal. masa mudanya dihabiskan dengan bermain. bersenang-senang. tak jelas apa maunya. tak kenal dirinya. mengikuti arus mainstream
Kadang muncul pikiran menyalahkan orangtuanya yang tak mampu membiayai kuliah, tak memperjuangkan hak-hak pendidikan yang bisa diraihnya, menanamkan impian yang begitu dangkal padanya, tak memaparkan luas dan indahnya dunia. begitu mengkerdilkan otaknya. kebiasaan dirumah yang tak membangun mimpi mimpinya. Ia tak mengingat kehangatan rumah ketika beranjak remaja. waktunya ia habiskan bermain bersama teman-teman sebaya. orang tuanya belum selesai dengan diri mereka masing- masing. tak punya pengalaman dan ilmu bagaimana bersikap dan mengobrol dengan anak. lebih lebih seorang anak yang menginjak remaja. sebagian pengalaman hidup didapatnya dari luar rumah. mengamati teman-teman. Ia sendiri bukan orang yang menonjol di antara teman-temannya, namun ia selalu dapat diterima disemua kalangan. dogma yang ditanamkan orangtuanya begitu melekat. harus bersikap baik. terlihat baik dimata orang. bersikap sopan menjaga adab. tak boleh mengeluarkan ego, tak boleh menunjukan emosi. marah kesal sedih tak bisa diungkapkannya.
posisinya dalam keluarga memang bukan posisi yang strategis. Ia adalah anak kedua dari 3 bersaudara. kakak pertamanya perempuan. mendapat limpahan kasih sayang pertama dari orang tuanya. Sebagai anak kedua tentu yang diharapkan lahir adalah laki-laki. Bila yg terlahir lelaki tentu akanmendapat porsi sayang yang sama. 2 tahun kemudian. lahir adik laki-laki yang menjadikan posisi berubah. saat itu ia yang berusia 2 tahun harus berbagi perhatian dengan adik laki-lakinya. bersama orang tua yang minim ilmu pengasuhan. Ia dibersarkan dalam posisi sebagai kakak yang harus selalu mengalah pada adik. orang tua nya menganut paham yang tua yang mengalah. Sejak kecil dirinya harus menjaga sikap tidak boleh cengeng tidak bisa meluapkan emosi. tidak diajarkan mengeluarkan argumen, tidak pernah ditanya apa yang kamu rasakan. tidak pernah diajari mengenali perasaan, mengenali emosi. semua terasa kacau namun juga baik-baik saja. Ia tumbuh menjadi gadis yang baik, kaku tak pandai bergaul, susah set boundaries, menjadi pribadi yang plinplan.