Saya sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang saya sukai. Saya orang yang introvert jadi lebih suka berkutat di dalam rumah atau berkegiatan bersama anak-anak. Hal ini baru saya sadari setelah mengikuti kelas telur, tahap awal di Bunda Cekatan. Ditahap ini saya seperti ditarik keluar dari dalam diri dan mulai memperhatikan apa yang sering saya lakukan.
Walaupun melakukan banyak kegiatan yang saya sukai ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Saya tidak menjadi cekatan dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Itu terjadi karena saya melakukannya tanpa tujuan dan target yang jelas. Itulah salah satu pencerahan yang saya dapatkan ditahap ini. Setelah menentukan tujuan, kegiatan membersamai anak-anak yang saya lakukan jadi lebih terarah. Tahap ini juga membuat saya mengenal diri lebih dalam dan menemukan kebahagiaan dengan cara yang "gue banget". Yang menarik, setelah melewati tahap telur, saya jadi tahu. Dari sekian banyak pekerjaan rumah tangga yang tidak saya sukai, ada satu favorit saya yaitu menjemur pakaian. Proses menggantung dan menyusun pakaian di jemuran menghasilkan kebahagiaan tersendiri.
Setelah pecah telur, saatnya berubah menjadi ulat. Tantangan di kelas ulat membuat saya belajar mengenali keinginan diri dan cara mencapainya. Setiap tugasnya selalu menantang dan memunculkan ide baru. Seperti salah satu tugas berbagi kudapan ilmu kepada teman sesuai dengan ketertarikan ilmunya. Disitu saya kembali belajar berinteraksi, berbagi dan melayani. Menyapa teman-teman baru layaknya saat pertama masuk sekolah. Ada rasa sedih saat menyadari betapa otot konsistensi saya masih sangat lemah. Saya masih belum konsisten mengisi waktu dengan kegiatan produktif. Sesungguhnya tak akan berubah nasib seseorang sampai dia berusaha untuk mengubahnya sendiri.
Masih banyak proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tahap metamorfosis ini. Tantangan ditahap kepompong sepertinya menjawab keresahan saya tentang konsistensi. Selama 30 hari saya menantang diri berkegiatan bersama anak-anak dan menuliskannya dalam jurnal. Dengan menulis memunculkan kesadaran dalam menjalaninya.
Dan ternyata saya mampu konsisten melakukannya selama 30 hari tanpa jeda. Begitupun dengan puasa dari hal-hal tak produktif. Saya mampu jika mau.
Sampai ditahap akhir bunda cekatan, saya semakin mendapatkan makna dari program ini. Mencari mentor ditahap kupu-kupu, lebih dari sekedar mencari pembimbing untuk memperdalam ilmu yang ingin dikuasai.
Berlatih bagaimana adab menjadi mentor bukan hanya sekedar belajar membimbing dengan baik. Ibarat seseorang yang mempunyai kewenangan seperti halnya orang tua terhadap anak-anaknya tetap ada adab yang harus didahulukan dan tentunya ilmu yang dikuasai. Begitupun sebaliknya saat kita belajar menjadi mentee.
Program mentorship ditahap ini juga melatih saya menghadapi penolakan, mengetahui batas kemampuan diri dan bagaimana berkata tidak. Buat saya, mengerjakan tantangan disetiap tahapan bunda cekatan bukan sekedar tugas yang harus dikerjakan untuk menggugurkan kewajiban tapi ibarat latihan mental menghadapi kehidupan.
Untaian doa dan ucapan terima kasih kepada ibu Septi Peni Wulandani dan tim institut ibu profesional semoga pahala selalu mengalir atas keikhlasan berbagi ilmu yang sangat bermanfaat.
#aliranrasabuncek1
#selebrasibuncek1