Rabu, 26 Juli 2023

Lintang

Jumat 16 November 2012, Kami berangkat dari Karawang menuju Jakarta. Dengan motor menempuh jarak kurang lebih 63km. Angka tersebut saya dapatkan dari perjalanan mudik sebelumnya. Mudik ke Jakarta kali ini memang diniatkan untuk waktu lama. Saya akan menghabiskan sisa cuti melahirkan saya disana. Iya, Perjalanan kembali ke rumah orang tua kali ini bertujuan untuk melahirkan bayi pertama saya.

Pekan ini adalah long weekend. Kamis, 15 Februari 2012 bertepatan dengan tahun baru 1 Hijriah yang diperingati menjadi hari libur nasional. Kamis itu, kami gunakan untuk membersihkan rumah yang akan ditinggal dalam waktu yang lumayan lama. Karenanya Perjalanan mudik baru kami lakukan di hari Jumat.

Jumat pagi itu cuaca sangat cerah, udara terasa cukup panas. Jalanan ramai namun tidak ada kemacetan yang berarti. Menurut dokter, prediksi persalinan masih sekitar 2 minggu kedepan. Masih ada waktu melakukan persiapan persalinan disana. Kami tiba sekitar pukul 13.00 wib.

Ba'da ashar saat sedang rebahan santai, tetiba saya merasa ingin buang air kecil. Namun ketika berdiri, air mengalir deras dari jalan lahir. Dan sepanjang saya berjalan menuju kamar mandi, air terus mengalir. Air nya bening tidak berbau. Ibu memberi saran untuk segera ke klinik. Berbekal seadanya, kami berangkat menuju klinik. Sayangnya karena riwayat pemeriksaan kehamilan saya di klinik tersebut hanya 2 kali kunjungan. Bidan yg bertugas meminta saya untuk langsung kerumah sakit untuk persalinan, atau kalau memang ingin ditangani di klinik tersebut, sang bidan meminta hasil USG kondisi saat ini. Tak langsung ke rumah sakit, Kami mampir ke puskesmas untuk mencari bidan lain. Saat itu di puskesmas ada bidan jaga, setelah dilakukan pemeriksaan, bidan puskesmas juga menyarankan untuk tindakan di rumah sakit. Setelah itu barulah kami segera meluncur menuju rumah sakit. 

Pukul 4 sore kami berangkat dari rumah. Karena memeriksakan diri di klinik dan puskesmas terlebih dahulu, pukul 8 malam kami baru tiba di rumah sakit. Setelah mendaftar dan mengurus administrasi, seorang perawat menjemput saya dengan kursi roda. Suster tersebut membawa saya menuju ruang pemeriksaan. Disana ada dokter kandungan yang bertugas. Menurut hasil USG, Dokter bilang air ketuban saya tinggal sedikit, namun keputusan proses melahirkan tetap ada pada kami. Lalu perawat membawa saya ke ruang observasi. Di ruang observasi, perut saya dililit sabuk dengan sebuah alat bulat besar yg menempel. Perawat memberi saya sebuah tombol panjang yg harus ditekan bila terasa gerakan janin. Lalu perawat meninggalkan saya sendiri.

Beberapa saat berlalu, perawat kembali dan melepaskan sabuk yang melilit perut saya. Lalu bidan menghampiri dan memberi masukan untuk mengambil tindakan operasi karena melihat kondisi air ketuban yang sedikit dan belum adanya pembukaan. Beberapa saat saya diberi waktu berdiskusi bersama suami. Dalam kebingungan dan tanpa pengalaman akhirnya kami memutuskan untuk mengikuti saran bidan. 

Pukul 9 malam saya masuk ke ruang operasi. Ruangan terasa dingin dan suram, terdengar suara musik mengalun. Tanpa kacamata, ruangan terlihat samar. Saya menggigil kedinginan. Seperti mimpi, saya merasa antara sadar dan tidak. Entah karena pengaruh obat bius atau mengantuk dan lelah. Pukul 9.25 wib bayi perempuan saya lahir dengan berat 3100 gram dan panjang 51 cm. Kami memberinya nama Lintang Inglangit. Pukul 10 lewat saya keluar dari ruang operasi. 
Menjelang subuh, saya sudah berada di kamar perawatan. Entah pukul berapa, rasa panas mulai menjalari daerah perut, tanda mulai hilangnya pengaruh obat. Ngilu bekas sayatan mulai terasa hingga matahari bersinar. Ditambah bayi perempuan yang mulai menangis kehausan, membuat resah siapapun yang mendengarnya termasuk saya si ibu baru. Saya bersikeras ingin memberi asi eksklusif tanpa terkontaminasi susu formula setetes pun. Dan perjuangan pun dimulai. Belajar menyusui dengan perut yang masih terasa nyeri. Asi tak kunjung keluar dan bayi menangis makin kencang membuat saya semakin frustasi. Akhirnya dengan pasrah saya mengamini memberinya susu formula, dengan sedikit bujukan dari ibu. Namun tentu saja puting karet tak boleh mendahului masuk mulut bayi kecilku. Ibu dengan sabar menyuapkan susu dengan sendok ke mulut kecil bayi yang kehausan itu. "Nanti dirumah kalau sudah lebih nyaman asinya pasti keluar, sekarang minum susu formula dulu gak papa biar ngga rewel" begitu kata ibu, berusaha menenangkan.
4 hari kami menginap disana, ketika tiba waktu pulang. hati rasanya gembira. Namun Hasil pemeriksaan darah si bayi membuatnya tak boleh pulang bersama saya. Kadar bilirubin tinggi, perlu di sinar, begitu penjelasan dokter. Kadar normal bilirubin dalam darah bayi 18 sementara hasil pemeriksaan yang keluar mencapai 20.

Berbagai pertimbangan berkecamuk di kepala. Setelah mempertimbangkan baik buruknya, saya menandatangani surat pernyataan yg isinya membawa paksa pulang bayi yang seharusnya masih perlu mendapat perawatan dari rumah sakit. Dengan berbagai drama kegalauan, akhirnya hari itu kami pulang bersama. Syukurlah saat di rumah asi mulai lancar mengalir. Mekonium (BAB bayi yang berwarna hitam) mulai keluar hingga BAB nya berwarna kuning cerah.
Tahun ini Lintang akan merayakan ulang tahunnya yang ke 11. Dia tumbuh menjadi anak perempuan sehat dan pengertian. Kini Lintang sudah memiliki 2 adik yang turut meramaikan rumah kami. Anak pertama adalah cinta pertama ibunya. Tempatnya uji coba mempraktekkan teori ilmu. Tempatnya salah dan meragu. Banyak trial dan error yang dilakukan dalam merawat dan membesarkanmu, nak. Namun doaku selalu menyertai setiap langkahmu