Berbeda dengan kebiasaan tarawih di desa, kampung halaman suami. Saya agak kaget saat mengikuti solat tarawih berjamaah di masjid dekat rumah. 23 rokaat tarawih ditambah 3 rokaat witir dikerjakan dalam 30 menit. Sama seperti di perumahan kami, bacaan dalam solat adalah surat surat pendek namun kecepatan membacanya dalam satu tarikan nafas. Saya yang tidak terbiasa agak keteteran juga mengikuti perpindahan gerakan solat yang cepat. Meski demikian para nenek disana masih mampu mengikuti gerakan solat dengan baik.
Beda lagi tarawih di tempat orang tua saya tinggal. Di sini tarawih dilaksanakan 8 rokaat ditambah 3 rokaat witir, tidak ada tausiyah sebelum tarawih hanya panitia atau pengurus masjid yang menginfokan laporan infaq dan sodaqoh. Meskipun hanya 8 rokaat biasanya solat dilaksanakan sekitar 60 menit bahkan lebih. Surat yang dibaca biasanya panjang, mungkin setara dengan 15-20 ayat pendek. Setelah hampir 10 tahun tarawih di mushola perumahan. Saat kembali melaksanakan terawih di rumah orang tua butuh penyesuaian kembali. Suasana yang adem dan sunyi di dalam masjid membuat rasa kantuk tak tertahankan. Sementara tarawih di perumahan tempat tinggal saya saat ini ramai celoteh anak-anak.
Anak- anak selalu terdepan dan paling semangat saat solat tarawih. Mereka juga yang paling konsisten meramaikan masjid di waktu tarawih. Disaat saf terus menyusut karena jamaah dewasa yang berkurang. Jumlah anak-anak selalu ramai mengisi saf yang menyusut itu. Bahagia melihat semangat anak-anak menikmati Ramadhan. Sepertinya cara anak-anak memaknai Ramadhan berbeda dengan orang dewasa. Begitupun dengan saya Ramadhan memang bulan suci mulia selalu terasa istimewa. Namun bagi anak-anak selalu ada keceriaan dan kegembiraan di setiap Ramadhan.