Saya suka membaca, entah dari mana muncul kecintaan saya pada membaca. Membaca apa saja terutama tentu yang sedang menarik minat. Mungkin karena tak pandai bergaul membuat saya lebih suka membaca. Membaca membuat saya tenggelam dalam buah pikiran sang penulis. Tak salah peribahasa yang bilang, buku jendela dunia. Membaca membuat pikiran kita menjelajah ke berbagai belahan dunia tanpa perlu melangkah. Membaca juga membuat pikiran saya tetap hidup.
Namun suatu kali saya menemukan seseorang berkata membaca adalah kegiatan konsumtif. Betapa kaget dan tak terima mendengarnya. Membaca tentu membuat pintar, bikin kita tahu banyak hal. Tapi semakin diresapi ternyata benar kata orang itu. Membaca memang kegiatan yang konsumtif. Hanya mencerna mengambil dan menerima buah pikiran penulis. Walaupun membaca membuat pikiran tetap hidup. Tapi Membaca tidak melatihmu berpikir.
Sekarang saya ingin belajar produktif. Menulis adalah kegiatan produktif. Menulis, merangsangmu untuk berpikir. Berpikir adalah mereformulasi ilmu dan pengalaman yang dimiliki untuk disampaikan kepada orang lain, begitu kata seorang ahli. Betapa selama ini saya tak pernah berpikir. Membaca hanya untuk menyibukkan pikiran. Pikiran adalah budak ilmu namun malas untuk praktek.
Pikiran sangat suka belajar, mengumpulkan ilmu dan jawaban karena pikiran tidak mau tampak bodoh tetapi tidak suka praktek.
Pikiran sangat takut berada dalam ketidaktahuan.
Membaca tak bikin pintar. Karena untuk bisa menjadi pintar butuh berpikir. Untuk berpikir perlu percakapan. Bukan hanya percakapan yang ada dikepala. Karena ketika hanya membayangkan dalam kepala sendiri, itu tidak melatih pikiran. Lagi saya tidak pandai bicara jadi tulisan menjadi cara.
Jadi ketika Hima IPK membuat projek buku antologi perjalanan belajar di institut ibu profesional. Saya ikut mendaftar. Mereview kembali hasil belajar di ibu profesional merangsang saya berpikir. Membuat tulisan perjalanan hingga sampai di titik sekarang sebagai latihan berpikir. Sebuah ilmu tak ada guna sampai ilmu tersebut digunakan oleh pemiliknya.
Itu pula yang menjadi latarbelakang saya mendaftarkan diri ikut KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) meski baru semester pertama sudah 2 bulan tugas terlewat karena kurangnya komitmen. Saya sering membuat tulisan di akhir waktu. Memasuki semester kedua tak lagi ingin mengulangi hal yang sama, menyia-nyia waktu yang ada.
Sekarang saya mencoba menulis apa saja. Belajar menggunakan pikiran, mengubah yang abstrak di kepala menjadi tulisan nyata. Berpikir adalah sebuah proses, begitupun menuliskan hasil pikiran. Setiap proses tentu harus dilalui dengan komitmen dan konsisten. Sehingga tulisan yang dihasilkan benar-benar menjadi ilmu yang bisa digunakan oleh pemiliknya. Dan apabila tulisan ini nantinya akan dibukukan. Tentu saja akan menjadi suatu yang membanggakan. Namun pastinya tak boleh asal. Karena tulisan dalam buku tak lekang oleh jaman.